Pulau Beras Basah, Keelokan Pantainya Sungguh Menggugah ~ Open Your Mind!!
"Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir." (QS. AR RUUM:21)

Pulau Beras Basah, Keelokan Pantainya Sungguh Menggugah


Menikmati Kesendirian tanpa Kesepian

Mercusuar itu masih berdiri tegak di Pulau Beras Basah. Pantainya yang berpasir lembut masih memesona dengan air laut yang sebening kristal. Penggemar fotografi juga menganggapnya sebagai sasaran bidik yang mengundang. Tapi, Pula Beras Basah sesungguhnya sedang gelisah.



PULAU Beras Basah -atau disebut juga Sand Island- tercatat sebagai salah satu tujuan wisata yang cukup dikenal di Bontang, Kalimantan Timur. Karena jaraknya kurang dari sejam perjalanan dengan speed boat, pulau kecil nan elok itu sudah lama jadi sarana rekreasi andalan karyawan kilang gas PT LNG Badak.

Pengunjung dari luar Kalimantan bisa memanfaatkan jalur penerbangan ke Balikpapan yang cukup ramai. Dari Balikpapan, pengunjung naik bus ke Bontang. Dengan waktu perjalanan sekitar lima jam, tarif bus AC Balikpapan-Bontang sekitar Rp 85 ribu. Jika dari Samarinda, perjalanan cukup dua jam dengan ongkos bus Rp 20 ribu.

Tiba di Bontang, pengunjung bisa langsung ke Pelabuhan Tanjung Laut. Dari sana, tidak sulit menemukan kapal yang siap membawa kita ke Beras Basah. Tarif sewa kapal Rp 300 ribu-Rp 400 ribu. Satu kapal bisa memuat 10 penumpang. Hanya perlu 40 menit dari pelabuhan untuk sampai ke Pulau Beras Basah.

Yang perlu diingat, jangan lupa membawa bekal. Sebab, kita tidak akan menemukan warung makan-minum di Pulau Beras Basah. Penginapan juga tidak ada.

Pengunjung pulau itu biasanya memang tidak menginap. Mereka datang untuk menikmati hamparan pasir putihnya yang lembut, air lautnya yang bening berkilat seperti kristal, atau mercusuar setinggi 15 meter yang berdiri tegak di sana. Bagi penghobi fotografi, mercusuar yang tegak dalam kesendirian itu seolah menantang untuk diabadikan.

"Saya tertarik saat melihat posisi tegak mercusuar di Pulau Beras Basah. Saya menggunakan lensa wide untuk mendapatkan kesan dramatis dengan posisi low angle," tutur Taufiqurakhman, Kabid Statistik Bappeda Bontang yang juga dikenal sebagai fotografer.

Pulau Beras Basah berada di Selat Makassar. Letaknya cukup strategis di antara kawasan kilang PT LNG Badak dan Pulau Segajah yang muncul saat laut surut dan menghilang saat laut pasang.

Pulau Beras Basah berjarak sekitar tujuh kilometer arah selatan Kota bontang dengan hamparan Selat Makassar di sekelilingnya. Cukup jauh untuk menikmati privasi, tapi tak cukup jauh untuk merasa terisolasi. Pulau itu menawarkan lokasi yang pas bagi mereka yang ingin lepas dari rutinitas sehari-hari.

Menurut cerita warga, nama Pulau Beras Basah muncul saat kapal besar yang membawa beras dari Sulawesi diterjang ombak besar. Khawatir tenggelam, awak kapal menurunkan muatan di pulau tersebut dan menjadi basah. Sebutan Pulau Beras Basah dipakai orang sejak saat itu.

Tidak jelas apakah pernah ada perkampungan di pulau tersebut. Yang jelas, saat ini Pulau Beras Basah hanya dihuni satu keluarga nelayan. Pengunjung Pulau Beras Basah juga tidak seramai dulu.

"Pulau ini pernah ramai dikunjungi wisatawan lokal dan mancanegara pada 1990-an. Tapi, sejak 2000, pulau ini seolah kian terlupakan," kata Samnur, satu-satunya nelayan yang tinggal di Pulau Beras Basah.

Sebagai penghuni yang telah 33 tahun tinggal di Pulau Beras Basah, Samnur menilai pulau tersebut menyimpan sejuta potensi alam yang layak dikembangkan menjadi objek wisata andalan. Sayang, pulau cantik itu seolah lepas dari perhatian pemkot. Jangankan membangun fasilitas baru, mercusuar yang ada pun tak terawat. Kini, sebagian dinding bangunan setinggi 15 meter tersebut jebol.

Yang lebih mengkhawatirkan, luas Pulau Beras Basah terus mengerut akibat abrasi. Dua tiga tahun lalu, luas pulau tersebut diperkirakan 1,5 hektare. Kini, luas pulau itu paling tinggal satu hektare. "Kalau dibiarkan, bisa-bisa pulau ini tinggal kenangan. Terkikis sejengkal demi sejengkal, hilang ditelan ombak," keluhnya.
Sumber; Jawa Pos

0 komentar:

Posting Komentar