Merindukan Generasi Emas Pembela Umat ~ Open Your Mind!!
"Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir." (QS. AR RUUM:21)

Merindukan Generasi Emas Pembela Umat

 

Saat ini cara pandang kekebasan berperilaku menjadi kiblat bagi para generasi muda. Dengan dalih kebebasan maka mereka  menjadi tak terkontrol dengan apa yang mereka perbuat. Kebebasan ini pun akhirnya menyeret mereka pada kubangan kebebasan ini sejatinya lahir dari ideologi yang seolah menjauhkan agama dari kehidupan. Artinya ketika dalam beraktivitas sehari-hari tidak ada aturan agama yang melarang, bebas-bebas saja. Arus ide kebebasan juga membuat anak muda menjadi berpikir pragmatis. Keinginan tenar secara instan, banyak uang, bergelimang kemewahan dan lain-lain membuat mereka menempuh jalan pintas, membuat hal kontroversial untuk menarik subscriber. Belum lagi keberadaan influencer panutan yang telah sukses menunjukkan hasil dengan memamerkan kehidupan mewah mereka.

Generasi muda adalah tonggak sebuah peradaban. Di tangannya arah sebuah bangsa akan ditentukan. Kehadiran generasi emas  yang banyak didominasi oleh generasi muda itu telah banyak dicontohkan di masa keemasan Isam. Misalnya Mu’adz bin Amr bin Jamuh pada usia 13 tahun dan Mu’awwidz bin ‘Afra pada usia 14 tahun, berhasil membunuh Abu Jahal, jenderal kaum musyrikin pada Perang Badar.

Zaid bin Tsabit, pada usia 13 tahun, dalam 17 malam mampu menguasai bahasa Suryani sehingga menjadi penterjemah Rasulullah ﷺ, hafal kitabullah dan ikut serta dalam kodifikasi (pembukuan) Al Qur’an.

Zubair bin Awwam, di usia 15 tahun, pertama kali menghunuskan pedang di jalan Allah. Diakui oleh Rasulullah sebagai hawarinya (pengikut setia). Al-Arqam bin Abil Arqam, pada usia 16 tahun, menjadikan rumahnya sebagai markas dakwah Rasulullah ﷺ selama 13 tahun berturut-turut.

Sa’d bin Abi Waqqash, pada usia 17 tahun, pertama kali melontarkan anak panah di jalan Allah dan termasuk dari enam orang ahlus syuro (orang-orang yang dipercaya untuk diajak bermusyawarah). Muhammad Al-Fatih, di usia 22 tahun, menaklukkan Konstantinopel, ibu kota Byzantium pada saat para jenderal agung merasa putus asa, dan masih banyak lagi.

Dari sini begitu terlihat jurang perbedaannya dengan generasi hari ini. Generasi emas yang ada di masa lalu begitu memiliki cita-cita yang tinggi dan mulia. Cita-cita yang berangkat dari kecintaan mereka terhadap Rabb  dan Rasul Nya dan keinginan mereka memberikan yang terbaik untuk umat. Cita-cita yang lahir dari keimanan kokoh yang begitu kuat mengakar di dada. Tidak ada dalam kamus mereka ingin kaya, tenar, dan lain-lain. Karena cita-cita yang sifatnya duniawi itu adalah tujuan yang rendah. Kalaupun mereka mendapatkan kebaikan di dunia, itu bukanlah menjadi tujuan utamanya.

Bukan tidak mungkin generasi emas itu hadir kembali. Bagaimana pun anak –anak muda muslim adalah cikal bakal dari kelahiran generasi emas. Lihatlah bagaimana keberanian anak-anak Muslim di Palestina yang berdiri kokoh, menantang musuh Allah meski nyawa tiap hari melayang. Mereka tetap menghafal Qur’an yang tiap hari, jumlahnya terus bertambah, dan anak-anak muda yang semangat mengkaji Islamnya juga semakin tinggi.

Sebagaimana emas yang sesungguhnya, ia perlu ditempa dengan proses yang  panjang, dicuci, dilebur, dan dimurnikan agar kemilaunya nampak.  Artinya generasi emas sesungguhnya tidak bisa lahir sendiri. Mereka harus dilahirkan dari rahim sebuah sistem yang akan memberikan mereka suasana yang mendukung untuk melejitkan semua potensi yang mereka miliki ke arah yang mulia.

Seperti layaknyaa sistem, dia lahir dari pemimpin, komunitas/lingkungan, orangtua dan keluarga serta sahabat-sahabat yang memang mendukungnya menjadi ‘emas’.  Semua punya peran dan terlibat penuh.

Pemuda generasi emas yang mencintai Islam, ia lahir dari atas sampai bawah nya, mencintai Al-Quran. Yang pola pikir dan pola sikapnya berangkat dari Qur’an dan Sunnah. Merekalah yang akan mengangkat kewibawaan kaum Muslim di mata dunia, menjadi pemimpin dunia yang disegani yang akan menyatukan seluruh wilayah Islam. Kehadiran mereka membuat Allah menjadi ridho untuk menurunkan berkahnya ke langit dan bumi.*

Penulis adalah guru Sekolah Tahfizh Plus Khoiru Ummah Kranggan

 

 

0 komentar:

Posting Komentar