Banyak anak? Merepotkan. Padahal mengasyikkan, asal tahu kiatnya.
Hidayatullah.com | DELAPAN anak? Bukan main. Di jaman yang serba sibuk, serba mahal, dan serba sulit seperti ini ada keluarga yang mau memiliki banyak anak, sungguh membuat orang terheran-heran.
Tetangga baru di sebuah komplek perumahan, keluarga Pak Ali, yang putranya berjumlah delapan, benar-benar membuat orang terkesima. Mulai dari si sulung yang duduk di bangku kuliah, hingga si bungsu yang berusia empat bulan, semuanya memiliki akhlaq yang baik dan menarik.
Dalam waktu sebentar, anak-anak itu menjadi bahan pembicaraan tetangga. Kesopanan mereka terhadap tetangga, pergaulannya yang supel dengan teman-tema sebaya, dan kepatuhannya kepada orang tua benar-benar membuat banyak orang menjadi iri.
Model seperti keluarga Pak Ali ini tidaklah banyak. Jangankan mendidik delapan anak, satu atau dua anak saja sudah kerepotan. Tapi, tahukah Anda bagaimana pendapat Bu Ali?
“Mendidik seorang anak lebih sulit dari pada mendidik lima anak,” begitu komentarnya. Ah, apa iya, Bu? “Itu saya alami sendiri. Ketika putra saya baru satu hingga dua orang, sangat sulit untuk membentuk kepribadioan yang baik kepada mereka. Tetapi kepada anak-anak selanjutnya, ketiga, keempat hingga kedelapan, semuanya menjadi ringan dan lancar-lancar saja.”
Sebenarnya, Islam memang menganjurkan ummatnya untuk memperbanyak anak, dengan catatan memenuhi beberapa syarat khusus sehingga keluarga tersebut tetap bisa sejahtera, tanpa ada yang terzalimi, baik ayah, ibu maupun anak-anak itu sendiri.
Rasulullah bersabda:
تزوجوا الودود فإني مكاثر بكم الأمم
“Kawinilah olehmu sekalian wanita yang banyak melahirkan anak dan penuh kasih sayang. Karena sesungguhnya aku ingin memiliki banyak ummat dengan kamu sekalian.” (HR: Bukhari)
Gambaran singkatnya adalah seperti keluarga Pak Ali. Nah, Anda mau tahu apa rahasia Bu Ali ?
Sukses yang Pertama, Sukses Berikutnya
Yang paling sulit adalah mendidik anak pertama. Tetapi jika pekerjaan yang satu ini sukses, dapat dipastikan akan mempermudah sukses mendidik anak berikutnya. Hal ini mudah dipahami, karena seorang anak akan selalu belajar dari orang-orang terdekatnya. Kakak, akan menjadi panutan setelah ibu dan ayah.
Maka jika kakak berbuat kebaikan, tanpa disuruh adik pun akan menirunya. Figur kakak, bahkan kerap menjadi kebanggaan si adik. Apalagi jika keduanya kerap bermain bersama.
Anak yang telah memiliki adik, pasti akan mengembangkan pribadi superior dan kepemimpinannya kepada adik. Dengan gayanya yang khas, sang kakak akan mengembangkan naluri untuk mengatur dan memerintah adik. Sementara adik cenderung mengikuti, karena mereka sedang melalui proses belajar dengan cara imitasi.
Tumbuhkan Kebersamaan Keluarga
Kebersamaan keluarga, adalah sebuah kondisi dimana ikatan batin yang terjalin antar anggota keluarga, sehingga timbul kepedulian antara satu dengan lainya. Kakak merasa turut bersimpati ketika adiknya menangis. Adikpun turut peduli ketika kakaknya kehilangan barang.
Jika rasa kebersamaan telah tumbuh di hati kakak beradik, sangat mudah bagi ibu untuk mendelegasikan beberapa tugas ringan kepada kakak. Tugas memandikan adik, misalnya. Biarkan mereka menghabiskan banyak air dan sabun, tetapi satu tugas ibu telah bisa terkurangi.
Atau tugas-tugas lain yang menggembirakan keduanya, seperti menemani adik bermain, menemani adik membeli permen di toko, mengajari adik naik sepeda roda tiganya, dan masih banyak lagi. Libatkan kakak pada proses pengasuhan adik dalam hal-hal yang menggembirakannya.
Sebaliknya, latih dan biasakan adik untuk memberikan penghargaan kepada kakaknya dalam berbagai hal. Ajar mereka untuk selalu mengucap terima kasih untuk sekecil apapun perhatian yang diberikan kakak kepadanya. Juga ketika kakak mengalah kepadanya.
Menumbuhkan rasa kebersamaan antara kakak beradik memang bukan proses yang sebentar lagi mudah. Proses ini memerlukan waktu cukup panjang, bisa jadi hingga satu atau dua tahun. Juga memerlukan kesabaran dan bimbingan ekstra dari ibu selama itu pula.
Tentu saja, bimbingan yang ibu berikan harus benar, sesuai dengan kebutuhan perkembangan anak-anak. Itu sebabnya upaya ini memerlukan pengetahuan dan kesungguhan dari ibu. Tetapi jika upaya maksimal ibu sudah berhasil diterapkan kepada putra pertama ini, sukses tinggal menunggu untuk mendidik putra-putri berikutnya.
Jaga Jarak Kelahiran
Menjaga jarak kelahiran antara kakak dengan adiknya, adalah satu faktor penting yang tak boleh diabaikan dalam proses mendidik anak. Dalam al-Qur’an sendiri telah tersirat perintah untuk menunda kehamilan dengan cara menyusui penuh selama dua tahun.
Jika setelah penyusuan baru ibu hamil kembali, berarti jarak kelahiran sekurang-kurangnya dua tahun sembilan bulan, bukan? Ini adalah jarak minimum antara kakak beradik, yang sesuai pula dengan tahapan perkembangan psikologis seorang anak.
Sebelum usia dua tahun, umumnya egosentris seorang anak masih begitu besar. Mereka belum siap menerima kehadiran adik yang mengharuskan mereka berbagi kasih-sayang ibu. Dalam usia dua setengah tahun, barulah pengertian mulai tumbuh dan mereka mulai bisa menerima kenyataan jika harus berbagi dengan adik baru.
Itu sebabnya jika seorang anak sudah harus menerima kehadiran adik sebelum usia dua setengah tahun, maka proses penerimaan menjadi lebih sulit dilakukan. Akibatnya akan lebih sulit untuk menumbuhkan rasa kebersamaan. Setidaknya jika mereka tidak sering bertengkar, itu sudah cukup baik.
Ikhlaskan Hati
Repot, itu sudah pasti. Apalagi ketika masih memiliki satu atau dua putra. Perjuangan dan pengorbanan ibu sangat dituntut di sini.
Tetapi yang pasti, anak bisa merasakan dengan baik suasana hati ibu. Ketika ibu sedang jengkel, sedih atau marah, kerap kali anak justru menjadi susah diatur. Itu karena kepekaan hati mereka menangkap suasana hati ibunya yang tak enak, dan bahkan terimbas kepada dirinya.
Sebaliknya, banyak masalah bisa diselesaikan jika hati ibu ikhlas. Berbekal keikhlasan tersebut, ibu bisa tetap tenang menghadapi seberapa pun berat kerewelan anak.
Dengan keikhlasan pula ibu bisa menjadi lebih sabar menghadapi mereka. Dan ketika datang kebahagiaan, ibu bisa menerima dengan rasa syukur yang teramat dalam.
Hal ini pulalah yang menjadi salah satu kunci utama keberhasilan generasi tua angkatan di atas kita, yang rata-rata tak terlalu banyak mengalami masalah dengan jumlah putra-putrinya yang banyak. Lain dengan keluarga di jaman sekarang, sulit untuk bisa ikhlas memiliki anak banyak.
Beratnya beban ekonomi, salah satu penyebabnya. Juga kesibukan ibu yang semakin banyak memiliki kesibukan pribadi. Begitu juga tanggapan negatif masyarakat terhadap keluarga yang berputra banyak, semuanya menjadi tantangan tersendiri bagi ibu untuk bisa bersikap ikhlas.*
Rep: Admin Hidcom
Editor: Muhammad